Sendawar Reportasexpose.com – Gerak cepat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) pasca Tim Gabungan Komisi (GAKOM) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kubar usai melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di PT Mook Manor Bulant Lestari (MBL) di Kampung Mantar Kecamatan Damai. Jumat 31 Januari 2025 lalu.
Dinas PUPR menindaklanjuti dengan memanggil manajemen PT MBL untuk memberikan keterangan terkait sidak tim Gakom DPRD ke PT MBL atas laporan masyarakat terkait keberadaan workshop dan stockpile yang berada di Kampung Mantar.
Kepala Dinas PUPR Kubar, Leonard Yudiarto, menyatakan. Pihaknya menindaklanjuti hasil audiensi Tim Gakom dengan PT MBL. Kemudian PUPR terjunkan tim ke Kampung Mantar pada Sabtu 6 Februari untuk menguji apakah proses perizinan terkait pemanfaatan ruang, pemanfaatan bagian-bagian jalan, dan persetujuan bangunan gedung untuk workshop sudah berjalan sesuai ketentuan?. Kemudian Tim menyusun laporan yang menyimpulkan adanya indikasi tiga poin pelanggaran yang dipantau oleh tata ruang, Bina Marga (BM), dan Cipta Karya (CK).
“Untuk kelanjutannya, pada hari ini, Jumat 7 Februari, dilakukan pertemuan dengan PT MBL, dimana kami mendapatkan kronologi versi PT MBL bahwa sebenarnya proses perizinan sudah diupayakan, “ungkap Kadis PUPR, Leonard Yudiarto kepada Reportase Expose di ruang kerjanya Jumat (7/2/2025).
Namun sayangnya terdapat informasi yang simpang siur mengenai kewenangan yang berlaku, apakah itu kewenangan pusat, provinsi, atau kabupaten, yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pelanggaran.(berdasarkan keterangan dari Pihak MBL pada saat pertemuan).
“Berdasarkan hasil audiensi sementara dengan PT MBL, kami akan membahas lebih lanjut dengan forum penataan ruang tingkat Kabupaten untuk mengevaluasi apakah masalah ini disebabkan oleh kelemahan dalam regulasi/ kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan oleh personil yang melaksanakannya, “ jelas Leonard.
Baca juga berita terkait:
https://reportaseexpose.com/wakil-ktt-pt-mbl-edy-rante-kami-telah-rekrut-3-500-tenaga-lokal/
Leonard juga menyatakan akan dibahas lebih lanjut dalam forum penataan ruang. Untuk jarak workshop dengan Ruang Milik Jalan, telah diatur berdasarkan klasifikasi ruas jalan (PermenPUPR 5 Tahun 2023) untuk ruas jalan yang menjadi masalah saat ini merupakan JKP 4 (Jalan Kolektor Primer) dengan lebar badan jalan 9 meter. Perlu dipahami bahwa peraturan terkait perhitungan ruang-ruang milik jalan tersebut digunakan dalam perencanaan teknis jalan, maka seharusnya sejalan dengan Peraturan terkait.
Barang Milik Daerah yang dicatat berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah, Pemerintah tidak dapat langsung mengakui bahwa bidang-bidang yang dilalui oleh ruas jalan otomatis menjadi milik Pemerintah. (ini kajian yang di sampaikan (Loenard) kepada DPRD Kubar. Maka poin terkait permasalahan ruang milik jalan seharus menjadi umpan balik perbaikan dalam memulai pembangunan jalan seharusnya dilakukan penilaian dan pengadaan tanah terlebih dahulu untuk mendukung pengakuan atas ruang milik jalan.
“Untuk DMJ sendiri, aturannya sudah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2023 tentang kawasan-kawasan yang menjadi milik jalan. Adapun ruang manfaat mencakup badan jalan, bahu jalan, dan saluran tepi, sementara di luar itu terdapat ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan, yang dibagi menjadi tiga lapis, ” ujar Leonard.
Tim bentukan PUPR ini ketika investigasi di lapangan menemukan tiga poin pelanggaran. “Pelanggaran pertama yang teridentifikasi adalah indikasi pelanggaran dalam pemanfaatan ruang, yang dalam hal ini terkait dengan produk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Pelanggaran kedua berkaitan dengan pemanfaatan bagian milik jalan, baik untuk jalan yang dilintasi maupun jalan yang digunakan untuk menuju workshop dan parkir, Pelanggaran Ketiga adalah terkait persetujuan bangunan gedung. Terkait pelanggaran ketiga PT MBL menyatakan bahwa lahan dan bangunan dinilai milik mitra perusahaan dan bukan dalam pengelolaan PT MBL.
“Dalam sidak kemarin, kendaraan milik PT MBL terlihat diparkir di pinggir jalan, namun berdasarkan informasi terbaru dari pertemuan dengan PT MBL, parkir di pinggir jalan tersebut sudah tidak dilakukan lagi. Kita sendiri tidak mengetahui apakah jalan tersebut dilintasi mereka setiap hari atau tidak? (Pernyataan ini sebenarnya merupakan poin yang akan diangkat dalam Forum Penataan Ruang, agar ada mekanisme pengawasan gabungan dari Pemerintah Kabupaten, agar pihak yang diawasi tidak kehabisan waktu melayani pengawasan dari masing-masing perangkat daerah).
Terkait dengan mobilitas armada milik PT MBL yang melintasi jalan tersebut, seharusnya mereka mengurus izin untuk pemanfaatan bagian jalan. Pada saat pertemuan PT MBL diarahkan agar melakukan percepatan dalam menyusun perencanaan konstruksi untuk melakukan perkuatan jalan yang akan dilintasi, perencanaan tersebut menjadi syarat diterbitkan Rekomendasi teknis pemanfaatan bagian jalan oleh Dinas PUPR melalui Bidang Bina Marga, sembari menunggu kejelasan layanan melalui OSS RBA. Yang harus dipahami oleh Perusahaan bahwa izin (atau dalam nama apapun sebagaimana yang diatur dalam PermenPUPR 20 Tahun 2010 produk yang dihasilkan adalah izin, dispensasi), tersebut bersifat sementara, dan bukan seumur hidup perusahaan hanya untuk keperluan pembangunan jembatan, apakah itu berupa flyover atau underpass.
“Dari informasi yang disampaikan, PT MBL telah mengurus pemanfaatan bagian jalan tersebut sejak tahun 2023, namun proses pengurusan izin masih dalam tahap mencari tahu jenis layanan terkait aksi yang akan dilakukan perusahaan. PT MBL (sebagaimana disampaikan dalam audiensi dengan Komisi Gabungan) telah mengajukan persetujuan teknis terkait Analisis Dampak Lalu Lintas kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Barat pada Tahun 2023 dan telah memperoleh Persetujuan Teknis Hasil Analisis Analisis Dampak Lalu Lintas Bangkitan Tinggi dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat pada Tahun 2024. Dalam sistem OSS, pengawasan terhadap izin yang diterbitkan atau yang tidak diterbitkan tetap dilakukan oleh tim di tingkat pemerintah kabupaten. Jika ditemukan pelanggaran, maka ada sanksi yang dapat diterapkan.
“Sesuai dengan Perda Nomor 15 Tahun 2017, terdapat sanksi administratif dan sanksi pidana. Untuk sanksi administratif, misalnya, dapat dikenakan denda maksimal sebesar 50juta rupiah atau pidana kurungan paling lama 6 bulan. Namun, untuk menentukan sanksi yang tepat, diperlukan kajian komprehensif, yang akan dibahas dalam Forum Penataan Ruang, “ ujarnya.
“Forum ini merupakan wadah di tingkat pusat dan daerah untuk membantu memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang, sekretariat Forum ini berada pada Dinas PUPR. FPR selalu diberdayakan oleh Pemkab Kubar dalam mendukung layanan yang tersedia dalam OSS yang dikelola oleh DPMPTSP. Di dalam Perda sudah diatur tentang sanksi yang bisa dikenakan, namun setiap indikasi pelanggaran memiliki aturan dan sanksi yang berbeda-beda. Misalnya, tim pengawasan ruang yang menggunakan peraturan teknis dari Kementerian ATR/BPN yang memiliki hierarki untuk memberikan sanksi, termasuk pencabutan atau pembatalan izin. Namun, jika izin tidak diurus, maka izin tidak dapat dicabut, “ katanya.
Poin utama yang harus diselesaikan adalah mencari tahu penyebab terjadinya pelanggaran ini. Apa yang menjadi penyebab utama dari kondisi yang ada? apakah karena kelalaian pemerintah dalam memberikan layanan dan pengawasan, atau apakah ini berkaitan dengan regulasi yang membingungkan pelaksana dan pelaku usaha, serta membingungkan pemerintah karena adanya tumpang tindih kewenangan dikarenakan aplikasi belum sempurna menerjemahkan seluruh peraturan di Indonesia terkait izin berusaha dengan berbagai redaksi sesuai peraturan teknis yang mengatur.
“Sebenarnya, aturan sudah jelas, namun aplikasi OSS yang mungkin salah dalam memfilter kriteria ke arah mana layanan diarahkan. OSS menurut informasi yang kami ketahui memfilter kewenangan layanan bukan berdasarkan peraturan teknis terkait pembagian kewenangan pemerintah namun berdasarkan besaran nilai investasi. Seharusnya pengurusan izin itu diverifikasi oleh Pemerintah Kabupaten, tetapi sistem mengarahkan ke Pemerintah Pusat. “ tutup Kadis PUPR Kutai Barat, Leonard Yudiarto.
Penulis: Johansyah.