REPORTASE EXPOSE.COM, SENDAWAR – Bupati, Frederick Edwin, melantik puluhan pejabat administrator dan pengawas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Prosesi pelantikan berlangsung di Auditorium Aji Tulur Jejangkat (ATJ), Barong Tongkok, pada Jumat (22/8/2025).
Dalam sambutannya, Bupati Frederick menegaskan bahwa jabatan yang diamanahkan bukanlah sekadar posisi, melainkan tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan penuh integritas dan loyalitas.
“Masyarakat menaruh harapan besar kepada kita semua. Di pundak Bapak dan Ibu sekalian, terletak tugas mulia untuk menggerakkan roda pemerintahan agar lebih responsif, efektif, dan inovatif,” ujarnya.
Sebanyak 70 pejabat dilantik, hal itu tentu merupakan penyegaran dilingkungan pemerintahan, namun disisi lain, memunculkan perbicangan publik. Pergeseran jabatan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat kembali memantik perhatian publik. Empat pejabat setingkat Eselon III.a atau kepala bagian dan sekretaris kecamatan dilaporkan turun jabatan menjadi Eselon III.b yang setara dengan kepala bidang. Padahal, regulasi menyebut bahwa pemindahan pejabat seharusnya dilakukan pada jabatan yang setara, kecuali yang bersangkutan tengah menjalani hukuman disiplin.
Berdasarkan data yang dihimpun Media ini, sedikitnya empat pejabat eselon III.a yang sebelumnya menduduki posisi strategis kini diturunkan menjadi eselon III.b. Mereka adalah Sepinus yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim), menjadi Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Arsip dan Perpustakaan, Agus Tinus Dalung yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Ekonomi menjadi Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Rosa Ngeruk yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) menjadi Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian serta Martoyosan yang sebelumnya menduduki jabatan sekretaris Perkimtan dan kini sebagai Sekretaris Camat Melak.
Tak hanya itu, Margaretha yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Dewan (Eselon III.a) juga dipindahkan ke posisi Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan serta BPHTB di Badan Pendapatan Daerah (Eselon III.b). Sementara itu, Fachrujiansyah Bachsan atau Ozi, pejabat eselon III.b di Dinas Pariwisata, justru diturunkan ke jabatan eselon IV.a menjadi Kasi Pendidikan & Kesehatan di Kecamatan Sekolaq Darat.
Kebijakan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan ASN. Pasalnya, berdasarkan Pasal 198 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang diperbarui dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, mutasi atau perpindahan PNS hanya dapat dilakukan pada jabatan yang setara.
Penurunan jabatan hanya bisa dijatuhkan sebagai hukuman disiplin berat sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, setelah melalui proses pemeriksaan resmi.
Seorang ASN senior di lingkungan Setkab Kutai Barat yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan menilai mutasi ini tidak sesuai aturan. Ia menyebut tidak ada satupun pejabat yang diturunkan tersebut sedang menjalani hukuman disiplin.
“Kalau bergeser, aturannya harus setara. Kalau turun, berarti ada hukuman disiplin. Faktanya tidak ada hukuman disiplin bagi mereka. Artinya, kebijakan ini bisa dipandang cacat prosedur,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (24/8/2025).
Narasumber itu menambahkan, penurunan eselon berdampak serius pada karier dan kesejahteraan ASN.
“Begitu turun eselon, tunjangan jabatan otomatis berkurang. Padahal mereka sudah mengabdi lama dan bekerja sesuai target. Ini sangat merugikan ASN dan melanggar prinsip meritokrasi,” tegasnya.
Selain penurunan eselon, kebijakan penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala dinas di Kutai Barat juga dinilai menyimpang. Beberapa Plt kepala dinas ditunjuk dari pejabat yang levelnya jauh di bawah kepala dinas, bahkan ada yang berasal dari jabatan camat atau kepala bagian.
Misalnya, Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dijabat Kepala Bagian Persidangan Setwan, Plt Kepala Dinas Sosial dijabat Camat Sekolaq Darat, Plt Kepala Dinas Pariwisata dijabat Kepala Bagian Umum Setwan, hingga Plt Kepala Pelaksana BPBD yang dipegang oleh Kepala Bagian Keuangan Setkab.
Menurut aturan, penunjukan Plt harus dilakukan dengan memperhatikan kesetaraan jabatan. Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 menyebut pejabat Plt seharusnya berasal dari jabatan yang setara atau paling tinggi satu tingkat di bawah jabatan yang kosong. Dengan demikian, penunjukan pejabat eselon III menjadi Plt eselon II jelas bertentangan dengan ketentuan.
“Kalau Plt kepala dinas ditunjuk dari camat atau kepala bagian, jelas itu dua tingkat di bawah jabatan seharusnya. Secara aturan tidak sah dan bisa merusak tatanan birokrasi. Apalagi kepala dinas punya kewenangan besar, baik dalam anggaran maupun kebijakan publik,” ungkap narasumber tersebut.
Ia juga menilai kebijakan mutasi dan penunjukan Plt di Kutai Barat berpotensi menimbulkan maladministrasi.
“ASN bukan alat politik. ASN dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2022 tentang ASN, di mana ditegaskan bahwa pengelolaan ASN harus berbasis sistem merit. Kalau mutasi dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat, berarti pemerintah daerah melanggar prinsip itu,” jelasnya.
Narasumber ini mengingatkan bahwa ASN memiliki hak karier yang dijamin undang-undang.“Kalau hari ini ada pejabat diturunkan tanpa dasar, besok bisa siapa saja. Itu membuat resah dan menurunkan motivasi ASN. Jangan sampai birokrasi yang seharusnya profesional malah dipolitisasi,” ujarnya.
Hingga kini, Bupati Kutai Barat maupun Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penurunan eselon dan penunjukan Plt yang dinilai menyalahi aturan. Publik menanti penjelasan dan langkah evaluasi dari pemerintah daerah agar kebijakan ini tidak semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi.
“Kalau tidak ada klarifikasi, masyarakat akan menilai bahwa mutasi ini lebih ke kepentingan politik, bukan murni kebutuhan birokrasi. Itu yang sangat disayangkan,” pungkas narasumber tersebut.
Penulis: Johansyah