Jakarta Reportaseexpose.com – Isu ijazah palsu yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi adalah bentuk fitnah yang jelas-jelas dirancang untuk menghancurkan kredibilitasnya. Kredibilitas Jokowi dianggap sangat mengancam pihak-pihak tertentu, terlebih ketika teori lame duck (pemimpin yang kehilangan pengaruh di akhir masa jabatan) ternyata tidak berlaku. Lihat saja, bahkan hingga kini, rakyat masih antre di gang sempit di Sumber rakyat biasa, tokoh politik, maupun pengusaha berbaris rapi di depan rumahnya.
Sementara itu, isu matahari kembar merupakan upaya memecah dua kekuatan nasionalis besar Jokowi dan Prabowo. Jokowi telah merangkul Prabowo, dan Prabowo pun menggandeng Gibran sebagai wakilnya. Hasilnya? Duet ini dipilih oleh mayoritas rakyat sebuah fakta yang tak terbantahkan.
Jokowinomics: Warisan Pembangunan yang Diteruskan
Rezim Prabowo – Gibran bertekad melanjutkan program-program Jokowi, termasuk Jokowinomics, yang sangat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, khususnya masyarakat bawah. Keberhasilan Jokowi dalam dua periode kepemimpinannya secara gamblang dirangkum oleh tokoh senior Siswono Yudo Husodo.
Harga minyak satu harga di seluruh Indonesia, pembubaran Petral, pelarangan FPI dan HTI, syarat pembangunan smelter bagi tambang, penguasaan blok Rokan dan Mahakam. Semua ini tak bisa dilakukan oleh presiden sebelumnya.
Modernisasi alutsista TNI dengan melibatkan industri dalam negeri seperti Pindad juga jadi catatan penting. Maka, wajar jika rakyat masih bertanya dan merujuk kepada Jokowi. Bukan karena mengkultuskan, tapi karena hasil kerjanya nyata dan Jokowi sendiri tetap konsisten pada prinsip bahwa dua periode cukup.
Hasan Nasbi dan PCO: Target Baru Barisan Sakit Hati
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK) Hasan Nasbi kini jadi sasaran berikutnya. Oleh aktor-aktor seperti kelompok Bocor Alus (Tempo), kantor PCO diledek sebagai “kikikik”, dan dituduh sebagai beban bagi Prabowo tanpa penjelasan substansial.
Padahal, KPI utama PCO adalah approval rating presiden, dan saat ini Prabowo masih menikmati tingkat kepuasan publik sekitar 80%. Fakta itu justru menunjukkan keberhasilan strategi komunikasi pemerintahan.
Insiden paket “kepala babi” tanpa identitas, yang ditanggapi dengan santai oleh Fransisca Christy Rosana (Chicha) dan Hasan Nasbi, malah dibesar-besarkan. Chicha bahkan berseloroh
“Lain kali ngirim jangan kepala babi, daging babi gitu lho yang enak. Mana telinganya udah nggak ada.”
Tanggapan Hasan pun ringan:
“…ya dimasak saja.”
Namun reaksi kalangan tertentu justru melebih-lebihkan. Ini memperlihatkan bahwa serangan terhadap Hasan Nasbi bukan soal substansi, melainkan bagian dari upaya sistematis untuk mendiskreditkan semua pihak yang terkait dengan Jokowi.
Operasi DFK dan Target Politisasi
Narasi fitnah dan disinformasi (DFK: disinformasi, fitnah, kebencian) terus digulirkan untuk menjatuhkan Jokowi, memecah aliansi Jokowi-Prabowo, dan menyerang Hasan Nasbi. Pola ini mengingatkan pada strategi Joseph Goebbels: mengulang kebohongan agar terlihat sebagai kebenaran.
Semua ini dilakukan demi satu tujuan: merebut kembali kekuasaan, membuka peluang “jarahan lama” dan menciptakan “lahan jarahan baru”. Fakta bahwa korupsi besar banyak terbongkar sekarang menjadi indikator bahwa operasi politik mereka belum berhasil.
Wisata Gang Sumber dan Logika Sederhana Ijazah
Fenomena menarik kini hadir di Solo, dengan munculnya “wisata Jokowi”. Gang Sumber ramai dikunjungi warga yang berharap sekadar bisa bersalaman atau berfoto dengan Jokowi. Bahkan sebagian demonstran “ijazah palsu” pun diterima baik oleh Jokowi, yang menjelaskan bahwa satu-satunya yang berwenang memeriksa ijazahnya adalah pengadilan.
Posisinya jelas: Jokowi sudah dua kali jadi walikota, sekali gubernur, dan dua kali presiden—semua melalui verifikasi ketat, termasuk oleh KPU dan partai. UGM sebagai almamater pun menyatakan dukungan. Hukum pun menyatakan, barang siapa mendalilkan maka dia yang harus membuktikan.
Namun ini semua bukan soal ijazah. Ini adalah “operasi politik” untuk menjatuhkan Jokowi dan meretakkan hubungannya dengan Prabowo. Maka tidak heran jika segala hal yang terkait Jokowi—termasuk PCO dan Hasan Nasbi-terus digoreng hingga gosong.
Kesimpulan: Realita yang Harus Diterima
Upaya politisasi oleh “barisan sakit hati” tak akan pernah berhenti. Namun kenyataannya, Prabowo makin sering memuji Jokowi, rakyat makin cinta Jokowi, dan kerja-kerja nyatanya terus dilanjutkan.
Semua serangan—fitnah ijazah palsu, isu matahari kembar, hingga serangan personal terhadap Hasan Nasbi—berakar dari satu sumber: rasa sakit hati akibat kalah pemilu.
Seperti kata Plato:
No one is more hated than he who speaks the truth.
Maka tetaplah bekerja untuk kebenaran dan kepentingan rakyat. Karena kebenaran tak butuh pembelaan dari kebencian.
Jakarta, Rabu 16 April 2025
Oleh: Andre Vincent Wenas, MM, MBA
Direktur Eksekutif LKSP – Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF