Sendawar, Reportaseexpose.com – Pemecatan dengan tidak hormat (PTDH) terhadap Bripka Rizki Mulyadi dari Polres Kutai Barat (Kubar) kembali menyoroti krisis integritas di tubuh Polri. Upacara yang digelar di halaman Mapolres Kubar dipimpin langsung oleh Kapolres Kutai Barat, AKBP Boney Wahyu Wicaksono, menjadi pengingat bahwa masalah pelanggaran etik di kepolisian masih jauh dari selesai.
Kapolres menegaskan PTDH ini sebagai wujud komitmen institusi menjaga integritas. “Tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi,” ujar Boney. Senin (21/4/2025),
Namun, di balik pernyataan tegas itu, publik bertanya-tanya apa pelanggaran yang dilakukan Bripka Rizki hingga harus dicopot dengan sanksi tertinggi? Sayangnya, seperti dalam banyak kasus serupa, Polri kembali enggan mengungkap detail pelanggaran kepada masyarakat.
Sikap tertutup ini memicu kritik. Di tengah upaya Polri membangun citra bersih dan profesional, kurangnya transparansi justru menjadi bumerang. Masyarakat tidak hanya menuntut ketegasan, tetapi juga konsistensi dan akuntabilitas. Banyak pelanggaran serupa yang berlalu tanpa sanksi memadai atau bahkan terkesan dilindungi.
Pemecatan Bripka Rizki, meskipun patut diapresiasi sebagai langkah penegakan disiplin, masih menyisakan pertanyaan besar apakah ini merupakan bagian dari keseriusan sistemik untuk membersihkan Polri, atau sekadar seleksi kasus yang berujung pada seremoni simbolik?
Upacara PTDH, yang dihadiri oleh jajaran perwira dan bintara, diakhiri dengan penghormatan kepada institusi. Namun, bagi masyarakat, penghormatan sejati tidak hanya bisa diraih melalui simbol dan prosesi, tetapi melalui penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aspek kerja kepolisian.
Jika Polri ingin benar-benar mendapatkan kepercayaan publik, maka penegakan etik harus dilakukan secara menyeluruh, tanpa pandang bulu, dan tanpa menutup-nutupi.
Kini masyarakat menunggu transparansi Polres Kutai Barat untuk mengungkap apa penyebab sehingga harus dilakukan PTDH.
Penulis: Johansyah