Pemekaran Atau Perpecahan? Ketua DPRD Kutai Barat Disorot Usai Sebut Benua Raya Tak Urgen

Arli, Ketua Panitia CDOB (Calon Daerah Otonom Baru) Benua Raya, foto istimewa. Penulis: Johansyah. Rabu (27/08/2025)
Arli, Ketua Panitia CDOB (Calon Daerah Otonom Baru) Benua Raya, foto istimewa. Penulis: Johansyah. Rabu (27/08/2025)

Reportaseexpose.com, Sendawar – Pernyataan keras Ketua DPRD Kutai Barat, Ridwai, yang menolak mentah-mentah wacana pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Benua Raya, menuai kemarahan publik, terutama masyarakat di Dapil 3. Ia menilai wacana tersebut tak memiliki urgensi atau sekadar hanya bertujuan membuka ruang jabatan baru.

Dalam pernyataan yang memicu gelombang reaksi keras, Ridwai menegaskan bahwa pemekaran wilayah bukan sekadar proyek administratif, tetapi keputusan besar yang bisa mengancam kekuatan Kutai Barat sebagai daerah induk.

Bacaan Lainnya

“Kalau Muara Pahu, Penyinggahan, Mook Manaar Bulatn, Siluq Ngurai, Jempang, hingga Bongan diambil, lalu kita di Kutai Barat tinggal apa?” tegas Ridwai. Rabu (27/8/2025).

Bahkan, Ridwai secara gamblang menyebut bahwa motif pemekaran lebih kuat dalam logika kekuasaan ketimbang kebutuhan masyarakat. Ia menyindir bahwa wacana ini hanya akan menggandakan jumlah pejabat, bukan menyelesaikan persoalan rakyat.

“Bupati jadi dua, kepala dinas dari 20 jadi 40. Ini urusan jabatan, bukan urusan rakyat,” katanya tajam.

Ledakan Reaksi dari Dapil 3

Pernyataan ini sontak memantik kemarahan warga dari Dapil 3, wilayah yang justru menjadi jantung dari rencana CDOB (Calon Daerah Otonom Baru) Benua Raya. Mereka menilai Ridwai telah melecehkan perjuangan panjang yang telah dirintis sejak 2019, dengan melibatkan para tokoh masyarakat, politikus lintas partai, tokoh agama, akademisi, hingga pakar hukum.

Ketua panitia CDOB (Calon Daerah Otonom Baru) Benua Raya, Arli Laman akrab disapa Arli menyebutkan, perjuangan ini tidak mudah. ” Kami memulai sejak 2019 dan ini sangat melelahkan, tapi kami optimis bahwa perjuangan dengan ketulusan dan didukung seluruh masyarakat Dapil 3 pasti akan membuahkan hasil, ” tegas.

Sementara itu, dukungan lainnya juga datang dari arus bawah. “Jangan samakan perjuangan kami dengan ambisi jabatan. Kami bergerak karena kebutuhan nyata di lapangan,” ujar salah satu tokoh pemekaran yang enggan disebut namanya.

Mereka menilai pernyataan Ridwai bukan hanya provokatif, tapi juga menyesatkan opini publik, seolah-olah gerakan pemekaran hanyalah proyek pribadi segelintir elit.

Proyek Lama yang Dikebiri?

Sebagai catatan, gagasan pembentukan Kabupaten Benua Raya telah mulai digodok sejak 2019 melalui panitia resmi yang diketuai oleh Arli dan Shanghai. Namun, prosesnya sempat mandek akibat pandemi COVID-19. Kini, ketika roda perjuangan kembali bergerak, justru muncul penolakan tajam dari pihak legislatif.

Lebih mengherankan lagi, Ridwai menyebut bahwa tak ada komunikasi resmi antara panitia pemekaran dan pemerintah daerah saat ini, serta menuduh bahwa klaim dukungan seluruh kecamatan hanyalah “akal-akalan”.

“Katanya semua kecamatan mendukung? Yang mendukung itu siapa? Paling cuma dua tiga orang di satu dua tempat,” ketus Ridwai.

Masa Depan atau Kemunduran?

Ridwai mengklaim bahwa mempertahankan keutuhan Kutai Barat adalah jalan terbaik untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), bukan dengan “memecah belah” wilayah yang sudah stabil.

Namun bagi para pendukung pemekaran, ucapan itu justru memperlihatkan ketakutan kehilangan pengaruh politik, bukan karena pertimbangan rasional. Mereka menuding Ridwai menutup mata terhadap disparitas pelayanan publik, akses pembangunan, dan representasi politik di daerah terpencil.

Aroma Konflik Horizontal

Pernyataan Ketua DPRD ini dinilai berpotensi menciptakan polarisasi di tengah masyarakat. Pasalnya, sejumlah tokoh dari Dapil 3 kini mulai menyuarakan agar Ridwai lebih memperhatikan kepentingan masyarakat karena dianggap tidak mewakili aspirasi daerah.

“Kalau seorang Ketua DPRD tidak bisa menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah, untuk apa dia di sana? ” ujar seorang tokoh yang kecewa.

Penutup
Kontroversi ini belum menunjukkan tanda akan mereda. Di satu sisi, DPRD Kutai Barat bersikukuh menolak tanpa urgensi jelas. Di sisi lain, masyarakat Dapil 3 merasa dikhianati oleh pernyataan yang menyudutkan perjuangan mereka. Satu hal yang pasti, pemekaran Benua Raya kini bukan lagi sekadar wacana administrative, ia telah menjadi medan pertarungan antara keinginan rakyat dan kepentingan kekuasaan.

Penulis: Johnsyah | Editor: Tim Redaksi Reportaseexpose.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *