Samarinda Reportase Expose.com – Pasangan Sahadi – Alexander Edmond (DIAMOND) nomor urut 3 kembali menguasai panggung debat calon bupati dan wakil bupati dalam Pilkada kabupaten Kutai Barat tahun 2024 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Kutai Barat di Hotel Mercure, kota Samarinda, Minggu (3/11/2024) malam.
Dalam debat kedua ini, pasangan DIAMOND dengan lugas menjawab semua pertanyaan dari panelis maupun dari pasangan Frederick Edwin – Nanang Adriani (FENA) nomor urut 1 dan pasangan Achmad Syaiful Acong – Jainuddin (AHJI) nomor urut 2.
Sementara pasangan nomor satu dan dua justru keteteran meski sudah membaca teks yang mereka bawa.
Misalnya pertanyaan seputar strategi kesejahteraan masyarakat yang ditanyakan moderator di awal debat. Paslon FENA dan AHJI justru mengemukakan soal tata kelola pemerintahan.
Sedangkan Paslon nomor urut tiga, DIAMOND langsung menanggapi dengan jelas, bahwa jika mereka terpilih maka program kesejahteraan adalah membuat program yang pro rakyat.
“Untuk mencapai kesejahteraan maka kita harus mendorong program-program yang pro rakyat,” kata Sahadi.
“Sehingga masyarakat dapat melihat langsung penggunaan anggaran dan efektivitas kebijakan yang dijalankan,” ujar calon bupati nomor urut satu, Frederick Edwin.
Pasangan DIAMOND juga terlihat sangat lugas menjelaskan soal strategi program e-government dalam pengelolaan birokrasi yang ditanyakan moderator. Menurut Sahadi dan Edmond, program e-government yang akan dilaksanakan ke depan adalah dengan memanfaatkan program mal pelayanan publik yang telah dibangun pemerintah saat ini.
Melalui mal pelayanan publik maka, semua pelayanan administrasi maupun perizinan dilakukan dalam satu atap dengan memanfaatkan teknologi digital.
Sedangkan Paslon FENA dan AHJI hanya mengulang program e-government yang sudah ditayangkan moderator.
Selain itu, AHJI dan FENA terlihat kebingungan dengan istilah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang disebut Sahadi. Dalam segmen ke empat, Sahadi mengatakan strategi untuk mencegah terjadinya korupsi adalah penguatan APIP atau Inspektorat.
Lalu pada segmen tanya jawab, pasangan FENA sempat mempertanyakan soal SiLPA APBD Kabupaten Kutai Barat yang mereka nilai sebagai ketidakberhasilan tata kelola pemerintah.
Atas pertanyaan itu, DIAMOND dengan lugas menjawab jika SiLPA bukan hanya terjadi di Kutai Barat melainkan seluruh daerah di Indonesia. Menurut Sahadi, SiLPA terjadi akibat beberapa pekerjaan yang tidak selesai sesuai kontrak.
“Selain itu ada anggaran dari pusat yang dikirim pada akhir tahun. SiLPA terbesar kita juga karena dana DBHDR yang penggunaannya secara khusus. Lalu SiLPA itu juga digunakan setiap tahun dalam APBD perubahan, jadi adanya SiLPA itu bukan kegagalan pemerintah,” terang Sahadi dan Momon menjawab FENA.
Namun alih-alih berargumen soal SiLPA, FENA justru menjawab soal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang dia klaim semakin menurun tanpa data yang jelas.
“Banyak kebijakan yang dianggap tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat,” ujar Edwin menanggapi soal SiLPA APBD Kubar yang justru tidak sesuai dengan pertanyaan sendiri. Artinya yang ditanya ke hulu jawabnya ke hilir.
Sahadi dan Momon mengatakan sangat puas dengan debat kandidat kali ini. Mereka mengaku pasangan FENA dan AHJI tidak menguasai masalah dan program yang disampaikan dalam debat lebih banyak retorika.
“Kami memiliki program yang jelas dan terukur. Kalau Paslon lain baru mau akan-akan, kami sudah pernah berada di pemerintah jadi kami yakin program yang kami tawarkan pasti bisa dilakukan,” ungkap DIAMOND usai debat.
Adapun tema debat pamungkas ini adalah “Tata kelola pemerintahan yang responsif, transparan, dan akuntabel serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan kearifan lokal untuk Kutai Barat Maju dan Berdaya Saing” pungkas Sahadi – Momon.
Penulis: Johansyah.