Nusantara, Reportase Expose.com – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur terus menunjukkan progres signifikan. Megaproyek yang digadang sebagai simbol peradaban baru Indonesia ini kini memasuki fase-fase krusial. Namun di balik semangat pembangunan tersebut, muncul pertanyaan mendasar, apakah masyarakat lokal terpinggirkan?
Sejak wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara ditetapkan sebagai Kawasan Inti IKN, berbagai kekhawatiran mulai mencuat. Masyarakat lokal menyuarakan kecemasan akan hilangnya tanah adat, memudarnya identitas budaya, serta tergesernya akses ekonomi yang selama ini mereka nikmati.
Keluhan juga datang dari masyarakat adat yang merasa belum sepenuhnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Sejumlah warga mengaku belum mendapat kejelasan soal skema ganti rugi lahan, padahal aktivitas konstruksi terus bergulir. Perubahan tata ruang bahkan dinilai sebagian pihak mengganggu ekosistem sosial dan budaya yang telah terbangun selama bertahun-tahun.
Namun seiring berjalannya waktu, nada-nada kritis perlahan mulai bergeser. Semangat keterlibatan mulai tumbuh dari bawah. Banyak warga kini melihat kehadiran IKN sebagai peluang baru untuk bangkit dan berkembang.
Di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, perubahan itu mulai terasa. “Tidak ada yang terpinggirkan, karena masyarakat hidup makin baik. Kami justru melihat ini sebagai kesempatan,” ujar Sunaryo, Kepala Desa Bumi Harapan, Senin (26/5/2025).
“Banyak warga mulai membuka usaha, dan infrastruktur desa juga ikut diperhatikan,” tambahnya.
Sunaryo mengakui bahwa pembangunan IKN memang membawa dampak besar, termasuk gelombang urbanisasi. Namun hadirnya infrastruktur baru dan terbukanya peluang kerja dinilai sebagai nilai tambah bagi masyarakat.
Hal serupa disampaikan Yatiman Setiawan, Kepala Desa Bukit Raya. Ia menilai kehadiran IKN membawa angin segar bagi perekonomian warga lokal.
“Sekarang banyak peluang usaha terbuka, bahkan warga mulai menyewakan rumah jadi kos-kosan. Tanah yang tadinya hanya tanam sawit sekarang bisa dikontrakan,” ujar Yatiman.
“Yang terkena dampak juga dapat ganti rugi, bahkan ada yang sampai miliaran,” ungkapnya.
Pihak Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) juga memastikan bahwa pembangunan ini tidak boleh meminggirkan masyarakat lokal.
“Kami libatkan komunitas lokal dalam pelatihan kerja, pemberdayaan UMKM, bahkan pelestarian budaya lokal dalam desain kota,” kata Troy Pantouw, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik OIKN.
Troy menekankan bahwa pembangunan IKN dibangun di atas prinsip inklusivitas dan keberlanjutan, serta harus menjadi contoh harmonisasi antara kemajuan dan kearifan lokal.
Pembangunan IKN memang membawa perubahan besar, dan bagi masyarakat lokal, perubahan itu bisa menjadi peluang alih-alih ancaman. Namun, agar visi IKN sebagai kota masa depan benar-benar terwujud, suara-suara dari akar rumput tidak boleh diabaikan.
Pertanyaan apakah warga lokal benar-benar terpinggirkan belum bisa dijawab hari ini secara mutlak. Tapi satu hal pasti, agar IKN menjadi rumah bersama bagi seluruh anak bangsa, partisipasi warga lokal harus menjadi fondasi, bukan sekadar pelengkap.
Penulis: Johansyah
Editor: Tim Redaksi Reprtaseexpose.com