Jakarta, Reportaseexpose.com – Praktik korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank semakin mengemuka. Sejumlah pejabat di lembaga ini diduga terlibat dalam pemberian ‘zakat’ yang seharusnya bersifat sukarela, namun malah menjadi paksarela yang memaksa debitur memberikan sejumlah uang untuk kepentingan pribadi direksi LPEI. Ironisnya, istilah ‘zakat’ yang digunakan oleh para pejabat tersebut berbau keagamaan, menjadikannya tidak hanya koruptif tetapi juga penuh hipokrisi.
LPEI didirikan pada tahun 2009 dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor Indonesia dan membantu eksportir dalam mengembangkan kapasitas bisnis mereka. Lembaga ini berperan strategis dalam perekonomian Indonesia, mengingat peran ekspor dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional. Namun, kepercayaan terhadap lembaga ini terguncang setelah KPK mengungkap skandal besar yang melibatkan kerugian negara hingga Rp 11,7 triliun.
Kasus ini berawal dari pemberian fasilitas kredit kepada PT Petro Energy yang dipenuhi dengan dugaan pelanggaran, mulai dari penyalahgunaan dana kredit hingga pemalsuan laporan keuangan. Dalam perkembangan lebih lanjut, muncul dugaan adanya praktik kick-back yang disamarkan dengan istilah ‘zakat’ untuk direksi LPEI, menambah panjang daftar kecurangan yang terjadi di lembaga yang seharusnya menjadi pilar perekonomian negara ini.
Selain pengusaha ternama Jimmy Masrin, yang juga terlibat dalam kasus ini, sejumlah pejabat LPEI juga telah ditangkap, termasuk Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan. KPK, yang telah melakukan penyelidikan mendalam, menemukan potensi kerugian negara yang cukup signifikan dari kasus ini, yang diperkirakan mencapai 60 juta dolar AS atau sekitar Rp 900 miliar. Namun, ini baru permulaan, karena KPK masih menyelidiki dugaan penyelewengan oleh 10 debitur lainnya, yang dapat memperburuk jumlah kerugian negara.
Isu korupsi di LPEI ini sudah mencuat sejak Maret 2024, ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan adanya penyimpangan di lembaga tersebut kepada Kejaksaan Agung. Selanjutnya, kasus ini dilimpahkan ke KPK yang kemudian menetapkan tujuh tersangka dari pihak swasta dan pejabat negara.
Dengan penyerahan kasus dari Kejaksaan Agung ke KPK, perhatian kini tertuju pada lembaga anti-korupsi tersebut. Apakah KPK dapat mengungkap semua pihak yang terlibat dengan transparan dan profesional, tanpa ada penyimpangan dalam proses hukum ini? Harapan besar kini berada di pundak KPK untuk membersihkan lembaga ini dan memastikan tidak ada lagi praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat.
Jakarta, Minggu 6 April 2025
Oleh: Andre Vincent Wenas, MM, MBA.
Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta
Reporter : Johansyah