Tradisi Emas Kelian Dalam: Penopang Ekonomi Keluarga Sejak 1960

Sendawar, Reportase Expose.com – Masyarakat Kampung Kelian Dalam, Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) terus memperjuangkan keberlanjutan tambang emas tradisional yang telah menopang ekonomi mereka sejak era 1960-an. Penambangan rakyat ini tidak hanya menjadi tulang punggung kehidupan sehari-hari, tetapi juga simbol kemandirian ekonomi lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Aktivitas tambang tradisional ini dilakukan dengan peralatan sederhana seperti alat dulang kayu, mesin Diesel, hingga alat berat yang disewa untuk menggali material sulit.

“Kami bekerja di lahan pribadi tanpa merusak lingkungan atau tanah milik orang lain ini cara kami bertahan hidup,” ungkap Yati, seorang ibu rumah tangga, saat mengikuti sosialisasi dari Dinas Lingkungan Hidup bersama aparat setempat pada Kamis (12/6/2025).

Hal serupa juga disampaikan, Hayati, ia menyebut, masyarakat sering berpindah tempat karena cadangan emas di lokasi lama mulai habis. “Jika tambang rakyat ini dihentikan, lebih dari 1.900 jiwa di Kampung Kelian Dalam kehilangan sumber penghidupan. Ini bukan hanya tradisi, tapi perjuangan hidup kami,” tegasnya.

Namun, di tengah perjuangan itu, aktivitas penambangan ini mendapat stigma sebagai Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) karena warga belum mengantongi Surat Izin Penambangan Rakyat (SIPR).

Aliansi Penyelamat Hutan Kutai Barat (APHKB) bahkan menyebut aktivitas ini sebagai ancaman lingkungan. Meski begitu, masyarakat lokal menekankan bahwa tambang rakyat telah memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan.

“Kami bisa menyekolahkan anak, berobat, membeli kendaraan, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini bukan hanya soal emas, tapi masa depan keluarga,” lanjut Hayati.

Dengan penghasilan yang tidak menentu, antara 10 hingga 15 gram emas per hari saat beruntung, warga mengandalkan kesabaran, teknik, dan ketajaman mata untuk memilah emas dari material campuran. Aktivitas yang melelahkan ini sering dilakukan berjam-jam di bawah terik matahari, menunjukkan ketahanan dan semangat mereka dalam memperjuangkan hidup.

Masyarakat berharap Pemerintah Daerah dapat memberikan solusi yang tepat agar tambang rakyat ini tetap berjalan tanpa mengorbankan lingkungan.

“Kami butuh perhatian dan perlindungan hukum agar usaha ini bisa terus menjadi tumpuan ekonomi keluarga, bukan malah diberantas,” tutup Yati penuh harap.

Namun sangat disayangkan, sekretaris APHKB, Alsiyus kerap menuding petani Emas di Kelian Dalam dan Linggang Tutung kecamatan Linggang Bigung sebagai perusak lingkungan.

Penulis: Johansyah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *